Rabu, 20 April 2011

PERPAJAKAN DAN DUNIA USAHA

OLEH :   S U R I A N I

PENGANTAR

Seperti diketahui bersama bahwa sampai saat ini persepsi masyarakat khususnya  dunia  usaha  mengenai  pajak  masih  negatif.  Pajak  masih  menjadi momok  bagi  banyak  orang.  Hal  ini  dipicu  oleh  trauma  masa  lalu,  yaitu  pada zaman penjajahan di mana masyarakat umum beranggapan bahwa pembayar pajak hanya dijadikan sapi perahan oleh penguasa. Sebaliknya, mereka tidak menyadari bahwa kontribusi pembayaran pajak yang dihimpun oleh pemerintah adalah untuk kepentingan bersama melalui pelayanan umum seperti membiayai pendidikan, memperbaiki fasilitas kesehatan, fasilitas keamanan, dan banyak lagi hal lainnya yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat (Judisseno, 1997). Di samping itu, dilihat dari pandangan kebanyakan orang yang menilai pajak dari sisi aparatnya adalah  sebagai  hantu  yang  ditakuti,  bahkan  orang  cenderung  enggan  untuk berurusan  dengan  mereka.

Di sisi lain  fiskus  terjerat dalam  melakukan  berbagai  upaya  demi  pemasukan  pajak  yang  lebih  besar terkadang menciptakan kesan terlalu mengada-ada dan tidak mengindahkan peraturan yang ada. Di samping itu, produk peraturan di bawah undang-undang beberapa kali dibuat/diubah yang kesannya hanya untuk kepentingan sepihak.

Akibat langsung yang dirasakan oleh masyarakat khususnya dunia usaha sebagai Wajib Pajak dari kondisi tersebut di atas adalah terjeratnya mereka dalam kebingungan yang tiada henti. Wajib Pajak harus mengalokasikan dana yang tidak sedikit untuk membayar utang pajaknya (Judisseno, 1997). Secara tidak langsung keadaa ini  berakibat   pad membengkakny biay perusahaan,   yang   pada akhirnya  membuat  perusahaan  kalah  bersaing,  bahkan  tidak  menutup kemungkinan bahwa perusahaan terancam kelangsungan hidupnya.


Riset Transparasi Internasional Indonesia terhadap 900 pengusaha menyimpulkan bahwa kebocoran pajak sampai 60%. Angka kebocoran ini tentu besar, tetapi kebocoran ini tidak hanya monopoli aparat Direktorat Jenderal Pajak yang tidak terpuji.  Kebocoran  ini juga disebabkan  oleh adanya  faktor ketidak- jujuran Wajib Pajak dalam melaporkan  kewajibaperpajakannya. Selain itu, memang ada hal lain di luar kekuasaan Direktorat Jenderal Pajak, yaitu trust kepada pemerintah tentang pajak itu sendiri secara menyeluruh.  Artinya  apakah  pajak  yang  telah  disetorkan  sudah  sampai  ke kas negara dan optimalkah pemanfaatannya  dalam pembangunan  untuk kepentingan umum.

Di sisi lain fiskus tidak percaya apakah Wajib Pajak telah dengan jujur menghitung,  menyetor,  dan  melaporkan  pajaknya.  Jadi,  di sini terjadi  distrust, yaitu rasa saling tidak percaya antara Wajib Pajak sebagai pembayar pajak dan Direktorat Jenderal Pajak sebagai institusi pajak.  Di samping itu, muncul dugaan adanya indikasi KKN antara aparat pajak dengan Wajib Pajak.

Hal ini tentu ironis akibat sikap yang muncul dari segelintir aparat pemerintah/pajak termasuk Wajib Pajak yang tidak terpuji. Kesan ini jelas akan menyulitka pihak  fiskus  dalam  hal  ini  Direktorat  Jenderal  Pajak.  Hal  ini merupakan kondisi yang sulit karena di satu sisi aparat pajak dihujat habis-habisan dan  di  sisi  lain  pemerintah  terus  meminta  agar  penerimaan  pajak  meningkat. Kondisi   inila yang   menimbulka gagasan   perluny reformasi   perpajakan. Gagasan  ini  telah  digulirkan  oleh  Direktorat  Jenderal  Pajak  sejak  tahun  1983 untuk  mengantisipasi  serangkaian  perubahan  dinamis  masyarakat  secara keseluruhan,  termasuk  dunia  usahyang  berimplikasi  betapa  pentingnya seperangkat aturan perpajakan yang mengikat warga negara untuk mematuhinya (Cahjono,   2000).   Selanjutnya,   sejak  lima  tahun  yang  lalu  telah  dilakukan modernisasi  sisteperpajakan  seiring  dengan  perkembangan  masyarakat, khususnya dunia usaha yang makin modern.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dilihat bahwa ada dua pihak yang mempunyai  kepentingan  yang  berbeda,  yaitu  fiskus  dalam  hal  ini  Direktorat Jenderal Pajak dan masyarakat  sebagai Wajib Pajak. Fiskus/Direktorat  Jenderal Pajak berusaha untuk memaksimalkan penerimaan pajak yang dapat ditarik dari masyarakat  berdasarkan  kewenangannya  sesuai  dengan  peraturan  yang  berlaku (Darussalam  dkk.,  2006)  dengan  menggulirkan  kebijakan  perpajakan  dengan nama Modernisasi Sistem Perpajakan”. Sebaliknya, Wajib Pajak sebagai masyarakat/dunia  usaha  berusaha  untuk  mengoptimalkan  kewajiban  pajaknya sesuai dengan sifat manusiawi manusia atau prinsip ekonomi dari suatu usaha. Jadi, permasalahan yang dihadapi dalam rangka modernisasi sistem perpajakan yang melibatkan jajaran Direktorat Jenderal Pajak dan masyarakat/dunia usaha sebagai wajib pajak adalah bagaimana menciptakan pengaruh yang kondusif terhadap dunia usaha atas pelaksanaan sistem perpajakan yang digagas oleh Direktorat Jenderal Pajak saat ini.


TIMBULNYA PUNGUTAN PAJAK

Dalam  hidup  bermasyarakat  manusia  tidak  pernah  lepas  dari  interaksi antara satu dengan yang lainnya dan termasuk dengan lingkungannya. Interaksi ini biasanya  melahirkan  suatu norma yang disepakati  dan dipatuhi  secara bersama untuk   mengatur   dan  menjamin   keharmonisa hidupnya.   Denga kata  lain, manusia dalam bersosialisasi di lingkungannya tidak boleh melakukan perbuatan semaunya sendiri, tetapi harus menjunjung tinggi nilai dan kepentingan bersama agar harmonisasi hidup dapat terealisasi. Jadi, pada hakikatnya dalam kehidupan manusia selalu terikat pada aturan-aturan yang membatasi ruang gerak langkahnya demi suatu kebutuhan dan kepentingan bersama, seperti kebutuhan akan rumah peribadatan,  keamanan,  sekolah,  kebersihan  lingkungan,  dan  fasilitas-fasilitas umum  lainnya  untuk  mencapai  cita-cita  masyarakat  yang  adil  dan  makmur.

Aturan-aturan tersebut biasanya tertuang dalam norma hukum yang mengatur falsafah hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Norma hukum ini di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Untuk  memenuhi  kebutuhan  dan  kepentingan  bersama  tersebut  negara tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya. Sehubungan dengan itu, peran serta aktif masyarakat sebagai warga negara sangat dibutuhkan untuk memberika iuran   kepad negarany dalam   bentuk   paja sehingg segala keperluan pembangnan dapat dibiayai. Jadi, timbulnya pungutan pajak merupakan suatu hal yang logis dalam hidup bermasyarakat dan bernegara (Judisseno, 1997).

 Hal  ini  tertuang  dalam  pasal  23,  ayat  2,  Undang-Undang  Dasar  1945  yang berbunyi ”Pengenaan dan pemungutan pajak (termasuk bea dan cukai) untuk keperluan negara hanya boleh terjadi berdasarkan undang-undang”.  Lebih lanjut dijelaskan ...... oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lain-lainnya harus ditetapkan dengan Undang- Undang, yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.


ARTI PENTING PAJAK BAGI NEGARA DAN MASYARAKAT

Dari   sudut   pandang   ekonomi,   pajak   adalah   salah   satu   primadona penerimaan   negar yang   paling   potensial.   Bahkan,   saat   ini   sektor   pajak memberikan kontribusi yang terbesar dalam APBN. Penerimaan dari sektor pajak ini merupakan  penerimaan  dalam negeri  dan penerimaan  sektor  lainnya selanjutnya  digunakan  oleh  negara  untuk  membiayai  pembangunan  sarana  dan prasarana  kepentingan  umum  bagi  masyarakat.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa betapa pentingnya pajak bagi negara karena pajak merupakan sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran negara/pemerintah yang disebut sebagai fungsi budgeteir (Waluyo  dan Wirawan B. Ilyas, 2003).

Seperti diuraikan di atas bahwa pajak merupakan kontribusi masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam membangun negaranya, yaitu membangun  sarana dan prasarana kepentingan umum bagi masyarakat itu sendiri. Dengan kontribusi ini masyarakat berhak untuk melakukan kontrol terhadap pemerintah (Judisseno,1997).  Di  pihak  lain,  tidak  boleh  dilupakan  bahwa  pajak  memang  merupakan bentuk tanggung jawab masyarakat sebagai warga negara dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Di sinilah letak pentingnya pajak bagi masyarakat sebagai Wajib Pajak.



PENGARUH YANG KONDUSIF TERHADAP DUNIA USAHA

Untuk menciptakan pengaruh yang kondusif terhadap dunia usaha, perlu diterapkan strategi tertentu dalam sistem perpajakan. Strategi yang dimaksud di sini adalah suatu kumpulan perilaku dan seperangkat tindakan yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran dengan cara-cara yang sistematis, efektif, dan efisien. Sasaran  itu  sendiri  memberikan  pengertian    tentang  sesuatu  yang  dituju  atau sesuatyang hendak  dicapai  (Judisseno,  1997). Pencapaian  sasaran  perpajakan harus  memperhatikan  sisi fiskus  sebagai  pelaksana  pemungutan  pajak  dan  sisi Wajib Pajak selaku pembayar pajak.


Seperti telah diuraikan di atas bahwa tujuan suatu negara memungut pajak adalah  agar  negara  memiliki  kemampuan  untuk  membiayai  berbagai keperluannya, baik keperluan negara maupun keperluan masyarakatnya yang diwujudkan  dalam  pembangunan  nasional.  Negara  dalam  pelaksanaan pemungutan  pajak masih banyak  menghadapi  permasalahan  yang perlu diatasi.

Permasalahan yang terbesar yang dihadapi saat ini di sektor perpajakan adalah distrust, yaitu adanya saling ketidakpercayaan atau tidak harmonisnya jalinan hubungan antara Wajib Pajak selaku pembayar pajak dan fiskus sebagai pemungut pajak. Jika hal ini tidak segera diatasi, tentu akan mempunyai pengaruh yang tidak kondusif terhadap dunia usaha. Secara normatif dapat dikatakan bahwa sebaik apa pun sistem perpajakan yang digulirkan oleh pemerintah/fiskus akan mubazir jika tanpa diiringi oleh jalinan hubungan yang harmonis antara Wajib Pajak selaku pembayar pajak dan fiskus sebagai pemungut pajak karena Wajib Pajak dan fiskus berada dalam satu sistem.

Untuk mengatasi masalah ini perlu diambil langkah-langkah yang positif untuk  menyusun suatu strategi yang dapat menciptakan harmonisasi antara Wajib Pajak selaku pembayar pajak dan fiskus sebagai pemungut pajak, yang nantinya akan  dapat  memberi    pengaruh  yang  kondusif  terhadap  perkembangan  dunia usaha. Adapun langkah-langkah  yang harus diambil sebagai suatu strategi yang dapat menciptakan  harmonisasi  antara Wajib Pajak selaku pembayar  pajak dan fiskus sebagai  pemungut  pajak, yang pada gilirannya  dapat  memberi  pengaruh yang kondusif terhadap dunia usaha, antara lain sebagai berikut.

1 Fiskus mesti menawarkan sesuatu yang terbaik untuk Wajib pajak.
Tawarkanlah kepada masyarakat suatu representasi dan manfaat yang besar dari pajak dengan cara memberikan keterbukaan laporan mengenai kontribusi  pajak  terhadap  pembangunan   sehingga  masyarakat   merasa terlibat secara langsung dalam pembangunan. Bukti nyata lainnya atas pemanfaatan pajak terhadap pembangunan nasional, seperti fasilitas umum dan sosial yang lebih baik dan merata, terbukanya kesempatan kerja, kesejahteraan yang meningkat secara nyata di berbagai sektor, dan lain- lainnya.

2 Berikan kepastian hukum.
Kepastian hukum  mutlak diperlukan sebagai jaminan keadilan yang sifatnya dua arah, yaitu jaminan keadilan bagi masyarakat dan jaminan keadilan bagi negara.
3 Fiskus harus memberikan  kemudahan  untuk tumbuh  kembangnya  dunia usaha.
Dunia usaha perlu dibina dan diberikan kemudahan-kemudahan serta fasilitas  yang  memadai  sehingga  mereka  mampu  bertumbuh  dan berkembang yang pada gilirannya akan mempunyai kemampuan untuk memperluas  usahanya  dan  akhirnya  memberi  kemampuan  untuk membayar pajak.
4.  Lakukan komunikasi informasi dua arah secara berkesinambungan untuk saling melengkapi  antara Wajib Pajak selaku pembayar pajak dan fiskus sebagai pemungut pajak.
Peraturan dan perundang-undangan perpajakan selalu dinamis dalam rangka mengikuti laju perkembangan dunia usaha. Oleh karena itu, fiskus perlu  mengkomunikasikan  dan  mensosialisasikan  secara berkesinambungan  tentang  perubahan-perubahan  peraturan  tersebut. Begitu  juga    Wajib  Pajak  seyogianya  secara  aktif  mencari  informasi tentang aturan perpajakan yang diterapkan oleh fiskus.
5 Tegakkan hukum secara konsekuen dalam pelaksanaan pemungutan pajak.
Tumbuhkan rasa saling percaya antara Wajib Pajak selaku pembayar pajak dan fiskus selaku pemungut pajak, yang selama ini masih terlihat dipermukaan.   Untuk   itu,   huku harus   dijunjung   tinggi   da harus ditegakkan   secara  konsekue dan  konsisten,   baik  oleh  Wajib  Pajak maupun oleh aparat pajak/fiskus di dalam pelaksanaan sistem pemungutan pajak.
6 Tumbuhkan   kesadaran  masyarakat  akan  kewajibanny sebagai  warga negara bahwa pajak merupakan tanggung jawab bersama.
Masyarakat  harus  sadar  akan  keberadaannya  sebagai  warga  negara yang senantiasa selalu menjunjung tinggi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar hukum penyelenggaraan negara. Dengan demikian, mereka harus sadar akan kewajibannya membayar pajak tanpa rasa ada beban.







KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa sistem perpajakan yang diberlakukan akan mempunyai pengaruh yang kondusif terhadap dunia   usaha   jika  hamonisas jalinan   hubungan   antara   Wajib   Pajak   selaku pembayar  pajak  dan  fiskus  selaku  pemungut  pajak  tercapai.  Jadi,  hamonisasi antara Wajib Pajak selaku pembayar pajak dan fiskus selaku pemungut pajak akan dapat menciptakan pengaruh yang kondusif terhadap dunia usaha.

Saran yang dapat disampaikan dalam pembahasan ini adalah lakukan harmonisasi  secara keseluruhan  antara Wajib Pajak selaku pembayar  pajak dan fiskus selaku pemungut pajak untuk dapat mencapai keseimbangan dalam rangka pelaksanaaan sistem pemungutan pajak secara modern. Hal itu pada akhirnya akan dapat memberi pengaruh yang kondusif terhadap dunia usaha.


DAFTAR PUSTAKA:

·         Cahjono,  Achmad  dan  Muhammad  Fakhri  Husein.  2000.  Perpajakan,  Edisi
Kedua. Yogyakarta: Penerbit UPP AMP YKPN.
·         Darussalam  dan  Danny  Septriadi.  2006.  Membatasi  Kekuasaan  untuk Mengenakan  Pajak.  Jakarta:  Penerbit  PT  Gramedia  Widiasarana Indonesia.
·         Rimsky K. 1997. Pajak dan Strategi Bisnis, Suatu Tinjauan tentang
Kepastian  Hukum  dan Penerapan  Akuntansi  di Indonesia.  Jakarta  : PT
Gramedia Pustaka Utama.
·         Soewarno, Guntoro. 12 Desember 2005. “Mendirikan Bangsa dengan Reformasi
Pajak”. Media Indonesia. Suplemen Khusus.